Ketika Anak Muda Tak Lagi Mencari Kerja, Tapi Menciptakannya

 

"Bangsa besar tidak diukur dari banyaknya pencari kerja, tapi dari banyaknya pencipta peluang.”

Setiap kali masa wisuda tiba, ribuan toga berjejer, senyum mengembang, dan ucapan selamat mengalir di mana-mana. Namun di balik kebahagiaan itu, ada tanya yang menggantung: setelah ini, mau ke mana? Pertanyaan yang seolah sederhana, tapi seringkali menyisakan kegelisahan. Banyak anak muda yang akhirnya tersadar bahwa ijazah tidak otomatis menjamin pekerjaan — apalagi di zaman yang berubah secepat ini.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tingkat pengangguran terbuka untuk kelompok usia 20–24 tahun masih di atas 15 persen pada tahun 2024. Angka itu bukan sekadar statistik; itu adalah cermin dari realitas sosial: generasi yang berpendidikan, tetapi belum berdaya cipta. Padahal, di tangan merekalah masa depan bangsa diletakkan.

Lalu, di mana letak persoalannya?

#Dari Mental Pencari ke Pencipta

Masalah ini sebenarnya berakar pada mindset. Kita terlalu lama mendidik anak muda menjadi pencari kerja, bukan pencipta kerja. Sejak kecil, mereka diajarkan untuk "mendapat pekerjaan yang baik", bukan "menciptakan pekerjaan yang bermanfaat". Padahal, seperti ditunjukkan dalam riset Joshua Daspit (2023), pola pikir kewirausahaan (entrepreneurial mindset) adalah kunci menghadapi masa depan — kemampuan mengenali peluang, berani menanggung risiko, dan tetap kreatif di tengah ketidakpastian.

Sayangnya, sistem pendidikan kita masih menempatkan kreativitas sebagai pelengkap, bukan inti. Mahasiswa masih lebih sering ditugasi laporan daripada diajak merancang solusi. Akibatnya, begitu lulus, mereka bingung menghadapi dunia kerja yang penuh disrupsi. Mereka terbiasa menunggu pintu dibuka, bukan mencari kunci untuk membukanya sendiri.

#Kampus dan Peran Kepemimpinan Diri

Di sinilah peran kampus menjadi penting. Kampus bukan sekadar tempat menimba ilmu, tapi juga ruang untuk menyalakan api keberanian. Ketika mahasiswa diberi ruang untuk mencoba, gagal, lalu bangkit lagi — di situlah entrepreneurial mindset tumbuh.

Sebuah studi dari Frontiers in Psychology (Jena, 2021) menunjukkan bahwa pendidikan kewirausahaan yang berbasis pengalaman langsung dapat meningkatkan niat dan kemampuan wirausaha secara signifikan. Artinya, mahasiswa tidak cukup diajarkan teori bisnis; mereka perlu terjun langsung, menghadapi pasar, dan belajar mengelola kegagalan.

Model pembelajaran seperti ini sudah mulai diterapkan di beberapa kampus, termasuk ITB Yadika Pasuruan — tempat di mana gagasan tentang kepemimpinan diri dan kewirausahaan empirik diperkuat. Di sana, mahasiswa tak hanya diajarkan “bagaimana bekerja”, tetapi “bagaimana mencipta sesuatu yang berarti”. Inilah yang membedakan pendidikan yang menyalakan semangat dari sekadar pendidikan yang memberi pengetahuan.

#Ekosistem yang Menumbuhkan

Namun, menumbuhkan generasi pencipta tidak bisa dilakukan sendirian. Diperlukan ekosistem yang sehat — kolaborasi antara kampus, industri, pemerintah, dan komunitas bisnis. Karena tanpa ruang nyata untuk berinovasi, semangat wirausaha hanya akan jadi jargon.

Bayangkan jika setiap kampus memiliki inkubator bisnis aktif, setiap dosen menjadi mentor kewirausahaan, dan setiap mahasiswa diberi kesempatan menguji ide kreatifnya di dunia nyata. Maka, data pengangguran yang hari ini mengkhawatirkan bisa berubah menjadi angka produktivitas yang membanggakan.

Sebuah penelitian di jurnal Sustainability (Zemlyak, 2022) menyebutkan bahwa pola pikir wirausaha bukanlah bakat, melainkan hasil dari lingkungan yang mendukung dan peluang yang diciptakan. Artinya, setiap anak muda bisa menjadi pencipta — jika lingkungannya memberi ruang untuk tumbuh.

#Menyalakan Api dari Dalam

Pada akhirnya, perubahan ini bukan hanya soal kurikulum atau kebijakan, tapi soal kesadaran. Kesadaran bahwa setiap anak muda memiliki potensi besar untuk menjadi penggerak, bukan penunggu. Bahwa menjadi pencipta bukan sekadar mendirikan usaha, tetapi berani mengambil peran dalam membangun masyarakat yang lebih mandiri.

Sebagaimana sering dikatakan:

“Api perubahan tak datang dari luar, tapi menyala dari dalam.”

Dan tugas kita sebagai pendidik, pemimpin, dan pembelajar adalah menjaga agar api itu tak padam — agar setiap generasi muda tahu bahwa masa depan bukan untuk ditunggu, melainkan untuk diciptakan.

“Mari kita bentuk generasi yang tak lagi mencari lowongan, tapi menciptakan peluang. Dari kampus, dari kelas, dari diri kita sendiri.” 

Urip iku Urup. Setiap kata adalah cahaya. Semoga catatan kecil ini menjadi sedekah yang menyalakan kebaikan bersama.

Demikian.

Dr. Agus Andi Subroto 

Dekan FHB ITB Yadika Pasuruan.

Pasuruan, Gerbong 5 Kereta Doho, 3 November 2025

Posting Komentar

JSON Variables

You might like

$results={3} $style={1}